
Empowering Indonesian Growth
24/02/2025
209 sertifikat yang melandasi klaim kepemilikan tanah ‘pagar laut’ Kabupaten Tangerang, Banten oleh korporasi maupun individu akhirnya dicabut oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan bahwa pensertifikatan diluar garis Pantai tidak sah. Hal ini juga sejalan dengan tanggapan Dinas Kelautan dan Perikanan Banten yang juga akan berkoordinasi untuk memastikan pencabutan sertifikat ini guna mencegah penyelewengan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut.
Pengacara dan praktisi Investment Banking, Manajemen Risiko dan Auditor Korporasi - Okky Rachmadi S., SH, CIB, ERMAP, CLA menyampaikan bahwa benang kusut pensertifikatan wilayah laut yang terjadi saat ini harus ditarik kembali pada undang-undang agraria.
“Pasal 2 UU Agraria 5/1960 menjadi lex specialis (hukum khusus) sekaligus lex inferiori (hukum yang lebih rendah) yang menegaskan hak penguasaan negara sebagai administrator. Hanya sebagai administrator, karena pada dasarnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional negara dan lex superiori (hukum yang lebih tinggi) menyatakan bahwa negara menguasai. Bukan memiliki tanah dan air.”
Okky juga menyampaikan bahwa keputusan pembatalan sertifikat-sertifikat yang menjadi tanda bukti hak atas tanah diluar batas garis pantai adalah suatu tindakan represif yang tepat, namun pada saat yang bersamaan menunjukkan bahwa Kantor Pertanahan yang mengeluarkan sertifikat-sertifikat tersebut tidak mempraktikkan manajemen risiko dan good governance (tata kelola pemerintahan) yang baik.
“Kok baru dibatalkan sekarang ? Dulu-dulu tidak ada audit terkait masalah ini ? Prinsip TARIF dalam good corporate governanace (tata kelola korporasi yang baik) yang merupakan abreviasi dari Transperency, Accountability, Responsibility, Independency, Fairness dalam Good Governance sebenarnya sudah dikenal sejak lama dalam pemerintahan. Ini kan sama saja dengan Algemene Beginselen van Behoorlijk Bertuur atau asas-asas pemerintahan yang baik. Bahkan asas atau prinsip Good Governance ada lebih banyak lagi. Ada 17 prinsip dia.”
Okky juga menyampaikan bahwa logika dasar pensertifikatan tanah adalah persertifikatan hanya dapat dilakukan terhadap tanah. Tanah dibawah laut dikategorikan sebagai kekayaan negara sebagaimana dinyatakan pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
“Tugas BPN itu kan jelas. Urusan administrasi pertanahan. Penguasaan tanah itu menyebabkan berlakunya asas perlekatan vertikal, yang menyebabkan pemegang hak menguasai benda-benda yang melekat diatasnya, baik bangunan dan tanaman. Asas ini juga berkorelasi dengan asas pemisahan horizontal dalam hukum agrarian nasional. Kalau tanah dibawah laut ada korporasi maupun individu yang klaim hak penguasaan atau kepemilikan, berarti asas perlekatan vertikal berlaku dan bagian laut diatasnya menjadi milik/penguasaan mereka. Berarti ikan-ikan dan kawan-kawannya juga jadi milik mereka? Ini kan demi hukum dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Kapal TNI AL harus minta izin dong untuk bisa melintas? Polisi masuk rumah orang saja harus dengan surat resmi terkecuali ada alasan pembenar. Masa TNI AL harus minta izin lintasi laut dan minta dibukakan dulu pagarnya ? Atau mau disuruh bayar tol? Ini kan ngaco logika pensertifikatannya. Masa iya orang BPN tidak bisa pakai logika sederhana ? Laut itu juga termasuk wilayah pertahanan negara lho. SHGB lho sertifikatnya ! Mau bangun kerajaan putri duyung dibawah laut?”
Okky menyampaikan bahwa BPN selaku state auxiliary organ (organ pelengkap negara) tentunya memiliki kerangka kerja. Kerangka kerja ini harus didasari pemahaman terhadap organisasi dan konteksnya. Ketika para delegataris yang dititipkan kewenangan tidak paham atau ‘sengaja lupa’ pada tugas dan kewenangan organisasi dan konteksnya, maka mereka mengekspose diri mereka dan pihak penerima sertifikat terhadap berbagai risiko. Dan tentunya risiko yang paling berat adalah risiko hukum.
Yandi.


Perkara Pagar Laut: Institusi Negara Tidak Paham Atau Sengaja Lupa Kerangka Kerja? Suatu Implementasi Kewenangan Yang Menyimpang Dari Prinsip Good Governance.
IndoBisnisToday© 2024. All rights reserved.









