Indonesia Economic Insights
Explore the latest news on Indonesia's economy and the people shaping its future.
BEBAS BPHTB - SEKTOR PROPERTY AKAN RAMAI KONSUMEN ?
Certified Investment Banker Okky Rachmadi S., SH, CLA, ERMAP, CIB menyampaikan bahwa fokus kebijakan ini kontradiktif dengan kondisi masyarakat secara faktual. Ia menyampaikan bahwa deflasi bulanan pada September 2024 adalah 0,12 persen. Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di 104,97. Ini berarti terjadi tren penurunan harga secara konsekutif dan dapat diduga akan berlanjut. IHK menunjukkan penurunan permintaan dan konsumsi masyarakat secara berkelanjutan.
Ia juga menyampaikan bahwa pendapatan riil, yaitu pendapatan setelah disesuaikan dengan perubahan harga, menjadi faktor utama yang memengaruhi daya beli masyarakat. Pendapatan riil bertambah, daya beli barang dan jasa juga meningkat. Sedangkan, agar daya beli benar-benar naik, kenaikan pendapatan harus lebih tinggi atau setidaknya sebanding dengan kenaikan harga di pasar. Apabila laju peningkatan pendapatan nominal bergerak dalam pola linier dengan harga barang dan jasa, daya beli tidak mengalami peningkatan secara riil.
“Sejak kecil kita mungkin mengetahui tentang kelas kebutuhan. Primer, sekunder, tersier. Namun, secara faktual, pengkelasan barang kebutuhan manusia ini sangat tergantung pada kondisi perekonomian. Kita sederhanakan saja ya. Perspektif karyawan dengan upah UMR Jakarta akan classifying kebutuhan property sebagai secondary atau bahkan tertiary. Saya bicara pembelian. Bukan sewa ya.”
Lawyer Investasi dari salah satu group konglomerasi Indonesia ini juga menyampaikan bahwa fokus stimulus perekonomian seharusnya ada pada akselerasi putaran uang di sektor manufaktur, agraria dan pariwisata berikut peningkatan lapangan pekerjaan di berbagai sektor yang dapat menyerap tenaga kerja secara masif, sehingga diharapkan terjadi peningkatan GDP dan pada akhirnya IHK. Pengusaha saat ini sedang sangat berhati-hati dalam mengelola putaran kas mereka. Beberapa rencana ekspansi di tinjau ulang setelah dilakukan analis kelayakan bisnis sektoral.
Ia juga menyampaikan bahwa sektor property tentunya akan mengalami uptrend tapi secara limitatif pada kalangan menegah atas karena yang memiliki kemampuan berinvestasi pada sektor property adalah kelas ini.
“Saya clearkan dulu ya. Berinvestasi pada sektor property tidak sama dengan membeli rumah untuk dihuni. Meskipun keduanya saat ini dilakukan melalui debt financing. Kalau big bos bilangnya consumer financing itu versi retail dan halus debt financing. Permainan terminologi kata big bos," candanya.
"Investasi itu dilakukan dengan perhitungan nilai expected return tertentu yang nantinya di evaluasi dengan actual return on investment-nya. Dan perlu diingat kembali bahwa efektifitas kebijakan pembebasan BPHTB tidak dapat dilihat sekedar dari seberapa banyak transaksi pembelian property, melainkan pada tingkat NPL (Non-Performing Loan) alias Kredit Macet pada institusi perbankan yang berkorelasi dengan pembiayaan pembelian property”.
Pria yang kerap dipanggil Gie ini juga menyampaikan bahwa Capital market kita saat ini memiliki DIRE atau Dana Investasi Real Estate atau REITs, Real Estate Investment Trust. Peminjaman DIRE untuk membeli real estate maksimum 30 % dari nilai asset. Okky mangatakan bahwa mayoritas investor institusional masih menempatkan DIRE dalam pemantauan jangka panjang dikarenakan masih dikategorikan slow pace – high risk dengan kondisi Indonesia saat ini yang tidak stabil.
“Kalau memang mau berinvestasi property ya masuk di DIRE saja. Mudah-mudahan MI ada yang punya DIRE bagus. Kan mereka jualan KIK toh ? Kalau dari pihak kami ini kan investor institusional, yang pegang dana. Kalau MI bisa kasih return bagus ya bisa saja dialokasikan. Tapi kalau returnnya tipis dengan market, ya mending akuisisi perusahaanlah. Bos-bos besar inikan pengusaha tulen - old money. Mereka tidak punya gelar setinggi langit, tapi insting bisnisnya lebih tinggi dari yang buat teori dan kalkulasi probabilitas. Ini fakta ya. Buktinya mereka hire orang yang habiskan lebih dari setengah hidupnya belajar teori tapi tidak lebih sukses dari para pengusaha ini. Orang bisa hitung probabilitas belum tentu jago bisnis", lanjut Okky.
Okky menyampaikan bahwa pemain besar di sektor property punya sistem sendiri untuk kontrol risikonya. Hal ini juga sebaiknya dilakukan oleh konsumen atau calon konsumen.
"Kalau mau punya property dengan debt financing ya monggo, kalau kalkulasi finansialnya oke. Pajak masih progresif atau sudah kembali normal? Berapa banyak obligasi gagal bayar kupon? Perkara PKPU dan Kepailitan rame atau tidak di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat? Target PPN 730 triliun ? Katanya mau bebas PPN ! Ini refleksi kondisi ekonomi tidak ya? Jual barang butuh pembeli. Beli barang butuh duit. Bayar angsuran KPR pakai duit juga, Mba. Kalau perusahaan execute efisiensi, dari rencana ‘invest’ malah jadi pusing mikir bayar angsuran. Jadi ramai beneran dunia property. Lawyer sejahtera, dong! Saya dukung saja kalau begitu”, tutupnya sambil tertawa.
DenisaQQ.
This site provides insightful news about Indonesia's economy and the people shaping its future.
IndoBisnisToday© 2024. All rights reserved.