
Empowering Indonesian Growth
23 April 2025
Kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 turut menyebabkan kerugian lingkungan hingga Rp271.069.688.018.700 atau Rp271 triliun.
Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo memaparkan, kerugian kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) sebesar Rp271 triliun itu merupakan perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.
“Di kawasan hutan sendiri kerugian lingkungan ekologisnya itu Rp157,83 triliun, ekonomi lingkungannya Rp60,276 triliun, pemulihannya itu Rp5,257 triliun. Totalnya saja untuk yang di kawasan hutan itu adalah Rp223.366.246.027.050,” kata Bambang saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (19/2/2024). (dikutip dari website JDIH)
Diawali oleh Suwito Gunawan dan Hasan Tjhie melalui PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa membuat suatu perjanjian kerjasama sewa menyewa peralatan peleburan timah dengan PT Timah Tbk. Perusahaan tersebut lantas digunakan oleh berbagai pihak yang bersangkutan, seperti (1) Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk., (2) Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk., dan (3) MB Gunawan selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa untuk melaksanakan pertambangan timah secara ilegal pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dimiliki PT Timah Tbk.
Dalam perkara ini, Harvey Moeis dan berbagai rekanannya melakukan penggelapan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) dengan menggunakan PT Quantum Skyline Exchange.
Pengacara dan praktisi investment banking, manajemen risiko dan auditor korporasi - Okky Rachmadi S., SH, CIB, ERMAP, CLA menyampaikan bahwa masyarakat harus terus memantau perkara ini. Ini momen untuk memperbaiki pelaksanaan penegakan hukum dan administrasi negara.
“Kurang lebih ada 16 tersangka dalam perkara ini. Tapi masyarakat seharusnya berfokus dulu pada Suwito dan Hasan Tjhie karena awal korupsi perkara ini ada di mereka. Bukan di Harvey. Harvey itu gunakan perusahaan lain untuk bermain dana CSR. Sedangkan Suwito dan Hasan Tjhie itu mencuri dari rakyat. Pasal 33 ayat (3) kan sudah jelas ya bahwa segala kekayaan yang terkandung didalam tanah dan air itu dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat”.
Okky menyampaikan bahwa dia tidak bermaksud untuk menganggap Harvey dkk. tidak terlibat, namun untuk melihat perkara ini harus secara terstruktur untuk membongkar pemain lama dalam kegiatan illegal yang serupa. Ia juga mempertanyakan logika pihak-pihak yang mempertanyakan ada tidaknya kerugian negara atau nilai kerugian negara kerugian negara.
“Bung ! Ada tambang illegal kok masih pake mempertanyakan kerugian negara? Logikanya dimana? Kekayaan dibawah tanah itu dikuasai negara dan milik rakyat. Di ekstrak secara illegal berarti tidak lapor negara. Ya pasti ada kerugian. Kalau masalah estimasi kerugian Rp. 271 Trilliun itu baru soal kerusakan lingkungan kan? Ya wajarlah pakai estimasi. Kalau keuntungan dalam kegiatan tambang ilegalnya berapa nilainya? Ini korupsi juga kan? Dalam kegiatan eksplorasi dengan izin resmi saja adala laporan estimasi sumberdaya bahan galian. Estimasi ini nilainya. Tambang illegal kok malah dimintakan nilai kandungan yang pasti untuk membuktikan nilai kerugian negara? Kalaupun jaksa ketemu catatan hasil ekstraksi bahan galian, memangnya dipastikan nilainya benar? Tidak perlu sampai sejauh itu. Masa tambang illegal ditanya nilai pasti hasil ekstraksi piro? Sesat ini logikanya.”
Okky menyampaikan bahwa baik PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa maupun PT Quantum Skyline Exchange selaku badan hukum telah mengesampingkan risiko hukum tingkat severe (parah) ketika mereka mengafiliasikan diri dengan kegiatan-kegiatan illegal. Dalam hal ini dimungkinkan untuk penegak hukum menerapkan prinsip piercing the corporate veil (menembus tabir korporasi) dimana para pemegang saham dapat ditarik sebagai pihak dalam hal terbukti mengetahui perbuatan ini. Ini terbukti dengan dilakukannya pendakwaanoleh jaksa terhadap beneficial owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia.
“Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank mengatur izin usaha, kegiatan usaha, dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyelenggaran Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing bukan bank. Quantum nya Helena itu punya kewajiban melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada PPATK kalau mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Semua Pelaku Usaha Jasa Keuangan juga punya kewajiban ini. Jangan lupa perkara gratifikasinya juga diusut. Kegiatan seperti ini berlangsung bertahun-tahun masa iya tidak ada gratifikasi? Tidak logis.”, tutup Okky.
Yandi


Perkara Korupsi Timah: Kegiatan Korporasi Yang Didasarkan Pada Penerimaan Penuh Risiko Hukum Oleh Pelaku Usaha
IndoBisnisToday© 2024. All rights reserved.









